Informasi lainnya lihat ke atas, silahkan pilih sesuai tahun penerbitan

Selamat datang di Kelurahan Sukabumi Utara

Minggu, 14 Juni 2009

Kesiapan kelurahan menghadapai pelimpahan wewenang

KESIAPAN KANTOR KELURAHAN

DALAM MENJALANKAN KEBIJAKAN PENGUATAN PEMERINTAHAN DI TINGKAT KELURAHAN

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA

Mengutip harian umum Pelita edisi Rabu, 17 Juni 2009 “Rp1,6 M Bisa Digunakan Berantas Nyamuk DBD [Metropolitan). Dana penguatan kelurahan (DPK) yang diantaranya diperuntukan kesehatan masyarakat, menurut Sekretaris Komisi C DPRD DKI Jakarta Prya Ramadhani bisa dipakai untuk mengatasi wabah DBD (demam berdarah dengue). Kalau DPK diberdayakan maksimal, Jakarta Timur tidak lagi jadi jawara DBD seperti yang dijuluki gubernur.

Kasus Demam Berdarah Dengue yang terjadi di Jakarta sampai dengan Mei 2009 tercatat 12.806. Untuk mengantisipasi kasus yang semakin meningkat, Prya Ramadani Wakil Ketua komisi C bidang Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta menyarankan ”agar pemerintah provinsi DKI Jakarta menggunakan dana penguatan di kelurahan. Dana Penguatan Kelurahan ini besarnya Rp 1,6 miliar per kelurahan.”

Senada dengan hal tersebut, Banjar Kepala Bidang Pengendalian Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta mengungkapkan bahwa ”dana penguatan di kelurahan dan kecamatan memang sudah disiapkan untuk pergerakan masyarakat untuk kesehatan seperti untuk jumantik dan posyandu. Dana penguatan itu sudah dialokasikan sejak 2006, namun perangkat organisasi untuk pelaksanaan program saat itu belum dibentuk. "Sekarang (2009) sudah ada seksi kesejahteraan masyarakat maka dana tersebut dapat dipergunakan.” ( dikutip dari media on line)

Mendukung dan sejalan dengan kutipan tersebut , Ketua Fraksi PD (Partai Demokrat) DPRD DKI Jakarta, Firmansyah mengatakan bahwa Dana penguatan tahun 2008 dialokasikan antara Rp 2 miliar – Rp 2,3 miliar per kelurahan, maka diharapkan anggaran tersebut bisa segera dipergunakan (dikutip dari http://www.dprd-dkiprov.go.id

Jika kita pahami sepintas seolah Pemerintahan Kelurahan di DKI Jakarta saat ini telah memiliki SDM serta anggaran yang memadai, tetapi perlu kita kaji sejauh mana proses penguatan kelurahan serta aspek-aspek historis yang telah dilalui , yang sedang dilalui dan yang akan dihadapi kantor Kelurahan menyongsong tercapainya tujuan Pemerintah DKI Jakarta untuk mengurangi akumulasi masalah sosial yang terjadi saat ini, termasuk diantaranya masalah kesehatan, kependudukan, dan lingkungan yang belum tuntas penyelesaiannya.

Kondisi Umum Kantor Kelurahan di DKI Jakarta Saat ini

Pemerintahan Kelurahan sebagai ujung tombak Pemerintahan daerah, terdekat dengan kehidupan masyarakat, dan Lurah sebagai aparat pemerintah memiliki ”legitimate power” untuk mempengaruhi tokoh masyarakat (RW dan RT) yang notabene merupakan representasi masyarakat di wilayahnya sehingga kelurahan sejatinya mampu dalam hal penerapan program-program pemerintah terutama yang menyentuh langsung pada aspek kehidupan masyarakat, oleh karena itu perlu kiranya analisis kebijakan pemerintah DKI Jakarta khususnya kebijakan masalah Penguatan Pemerintahan Tingkat Kelurahan serta upaya-upaya persiapan untuk mewujudkannya.

System pelayanan masyarakat di beberapa kelurahan di DKI Jakarta selama ini terkesan menganut system “kekeluargaan”, kurangnya SDM dari segi kuantitas maupun kualitas menciptakan budaya kerja dengan pedoman dari “leluhur” ,”turun-temurun “, menjadi hal yang biasa jika satu petugas mengerjakan semua layanan, atau satu pekerjaan dapat eksekusi oleh siapa saja yang bekerja di kelurahan, sisi baiknya adalah warga masyarakat yang ingin memperoleh layanan dapat dengan cepat dilayani tanpa menunggu petugas yang bertanggungjawab.

Sisi negatif yang dapat terjadi akibat system “kekeluargaan” adalah adanya kecendrungan program layanan yang diberikan pada masyarakat berorientasi hanya pada hasil, “asal pekerjaan selesai“ (APS) sehingga pelayanan yang dilakukan tidak dapat dirancang lebih baik, lebih professional, lebih effektif bahkan jauh dari inovatif.

Restrukturisasi birokrasi yang dicanangkan oleh Pemerintah DKI Jakarta dilaksanakan dengan harapan adanya perubahan kearah pelayanan yang lebih cepat dan bermutu, namun sayangnya sampai saat ini juni 2009, pejabat kepala seksi yang dilantik dalam era restrukturisasi justru belum dapat bekerja secara optimal disamping tidak memiliki staf operasional juga karena belum disahkannya dokumen tupoksi yang seharusnya menjadi pedoman dalam bekerja, akibatnya pejabat baru tetap mengikuti gaya lama system “kekeluargaan”.

Akibat petunjuk teknis dalam melaksanakan tugas belum ada hingga timbul kesan pejabat kurang bertanggung jawab melaksanakan tugas, sesungguhnya bukan demikian melainkan seorang professional memang harus bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya agar dapat dipertanggungjawabkan secara professional juga, sebaliknya aparat yang mengerjakan semua pekerjaan tanpa tanggungjawab yang jelas sesungguhnya justru tidak menunjukan profesionallitas dan dapat merugikan dirinya, atasannya, institusinya, bahkan masyarakat yang dilayaninya.

Kesiapan Sarana dan Prasarana Kantor Kelurahan

Rencana Pembangunan 5 kantor kelurahan di DKI Jakarta pada Tahun 2010 merupakan wujud seriusnya rencana penguatan Kelurahan dari aspek sarana yang kondusif bagi petugas dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat karena saat ini masih bayak bangunan fisik kantor kelurahan di DKI Jakarta yang belum memadai terutama dari aspek kecukupan ruang, karena kantor kelurahan tidak saja ditempati oleh aparat Pemda DKI tetapi juga ditempati sebagai kantor masyarakat, seperti diantaranya: Kantor Dewan Kelurahan, PKK, bahkan kantor Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang menempati ruang gedung kelurahan sehingga sudah selayaknya dilakukan penambahan ruang.

Penambahan bangunan atau ruang kerja sebagai wujud menciptakan lingkungan yang kondusif bagi aparat kelurahan, diharapkan aparat dapat bekerja lebih optimal dan terpenuhinya rasa aman dan nyaman, sehingga dapat meningkatkan kinerjanya, lebih baik jika hal tersebut diimbangi dengan tersedianya prasarana yang memadai dan mutakhir serta lebih sempurna jika tersedia SDM yang mempunyai kompetensi sesuai dengan kebutuhan kelurahan dan mengikuti kemajuan tehknologi, seimbang dengan “pamor” DKI Jakarta sebagai Kota Metropolitan yang menjadi barometer Indonesia dimata internasional, sejajar dengan kota besar lain di dunia.

Kesiapan SDM Kantor Kelurahan

Dewasa ini system layanan pemerintah daerah beberapa diantaranya menyulitkan bagi masyarakat karena panjangnya birokrasi, untuk memperpendek rantai birokrasi itu maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencanangkan program2 yang tadinya dilaksanakan di tingkat kota, kecamatan, Suku dinas, dinas atau unit2 dibawahnya, beberapa akan dilimpahkan ke Kelurahan.

Diperlukan tenaga teknis khusus yang mempunyai kualifikasi sesuai dengan bidang program pelimpahan, agar jangan terjadi adanya program yang terancang dengan baik, tetapi tidak ada SDM yang kompeten mengerjakannya, atau sebaliknya ada SDM yang kompeten tetapi program/kegiatan yang mestinya dilaksanakan masih dalam bentuk wacana oleh karena masih dalam proses pengesahan kebijakan pelimpahan wewenang.

Upaya pemenuhan kebutuhan SDM dengan menempatkan pejabat eselon IV sebanyak 8 jabatan (lurah, wakil, sekretaris serta 5 kepala seksi) untuk setiap kantor kelurahan serta adanya rencana Pemerintah DKI Jakarta untuk menambah personil PNS kelurahan yang semula berjumlah 11 sd 15 orang menjadi 30 sd 33 orang hendaknya dengan pertimbangan kompetensi yang diperlukan di kelurahan, bukan sekedar pemerataan jumlah tenaga apalagi sekedar mengisi kekosongan jabatan.

Perlu analisis lebih mendalam mengenai jenis jabatan struktural di Kelurahan agar garis komando dan garis koordinasi menjadi lebih jelas dan otomatis dapat dijalankan lebih effektif, selanjutnya kompetensi teknis sangat diperlukan karena banyak Kantor Kelurahan di DKI Jakarta yang masih mengandalkan tenaga harian lepas/honorer untuk mengerjakan hal-hal yang bersifat teknis yang semestinya sudah dapat dilakukan oleh tenaga operasional PNS .

Tenaga operasional yang akan di tempatkan di kelurahan hendaknya terdiri dari berbagai disiplin ilmu, diantaranya Ilmu pemerintahan, kesehatan masyarakat, keagamaan, sosial, administrasi perkantoran, ekonomi, akutansi dan keuangan serta hukum dll, sehingga dapat bersinergi dengan program-program yang rencannaya akan menjadi kewenangan kelurahan.

Analisis Proses Pelaksanaan Program Pelimpahan Wewenang dan Permasalahannya

Kebijakan inovatif Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjadikan kelurahan sebagai pintu terdepan dalam pelayanan masyarakat, kewenangan pelayanan langsung di kelurahan, salah satu program limpahan wewenang adalah pelimpahan dalam bidang kesehatan kepada kelurahan, kenyataannya dilapangan, bidang kesehatan dalam hal ini puskesmas ternyata telah merespon dengan mengurangi beberapa program yang tadinya dilaksanakan di puskesmas, lalu pertanyaan besar, apakah kelurahan sudah mengintegrasikan program kesehatan yang “dilepas” oleh puskesmas itu ke dalam program kelurahan ?

Dari hasil telaah Daftar Anggaran Satuan Kinerja (DASK)/ DPA 2009, Program kesehatan di tingkat puskesmas yang di limpahkan ke kelurahan saat ini berpotensi tidak dapat dilaksanakan karena berbagai kendala tehnis dan substantive, karena rancangannya mungkin tidak melibatkan sektor terkait yang lebih kompeten, atau mungkin pada saat penyusunanya hampir bersamaan dgn proses restrukturisasi organisasi, yang mengakibatkan permasalahan kesehatan tidak dapat tergali lebih mendalam bahkan rancangannya tidak sesuai dengan kaidah perumusan rencana yang berlaku di bidang kesehatan demikian juga dengan program lain yang dilimpahkan ke kelurahan bukan tidak mungkin akan bernasib sama.

Permasalahan kesehatan yang tidak tuntas di DKI Jakarta diantaranya Penyebaran Penyakit Demam Berdarah. Walaupun sudah ada Perda/Pergub mengenai Pemberantasan demam berdarah namun Jumlah kasus DBD belum secara signifikan dapat diturunkan , ini bukan tidak mungkin terkait juga dengan program2 yang tidak dapat terlaksanan secara maksimal , selajutnya program kebersihan lingkungan seperti pembuangan sampah yang tidak terkendali terkait dengan kurangnya sosialisasi mengenai cara pembuangan sampah.

Masyarakat DKI Jakarta banyak yang tidak mengerti perbedaan sampah basah dan sampah kering apalagi kalau membedakan sampah organic dan non organic yang biasa di tulis di tempat sampah yang disediakan oleh pemda DKI, berdirinya bangunan-bangunan liar dan perilaku merokok di sembarang tempat, ditemukanya penyalahgunaan narkotika secara korporasi masih menjadi permasalahan di prov DKI Jakarta.

Permasalahan moralitas aparat menjadi bagian penting dalam upaya peningkatan layanan yang professional, Indikasi suap di pelayanan Publik di DKI Jakarta, yaitu adanya tawaran dari aparat untuk percepat proses dengan jumlah uang tertentu (hasil sidak KPK pada senin 8/6 2009) , hal ini dapat saja juga terjadi di tingkat kelurahan, mungkin karena kurangnya rasa tanggungjawab pejabat yang berwenang terhadap pekerjaan itu, dan mungkin masih berkaitan dengan kurangnya motivasi untuk memberikan layanan yang lebih professional atau ada kaitannya dengan kebutuhan hidup yang semakin meningkat di kota metropolitan sehingga perlu segera realisasi penyesuaian tunjangan daerah seperti berita yang sudah santer terdengar di kalangan aparat pemerintah Prov DKI Jakarta.

Saran-saran

Diharapkan agar Pemda DKI Jakarta dapat segera merealisasikan rencana yang dibuat pada setiap aspek yang berkaitan dengan penguatan tingkat kelurahan seperti Perangkat hukum kebijakan sampai dengan tingkat operasional dalam bentuk Petunjuk Tehnis dalam melaksanakan tugas dan fungsi , sarana dan prasarana yang memadai, SDM professional yang memiliki integritas tinggi terhadap upaya pemberantasan KKN, Sistem pengawasan yang berkesinambungan, serta system reward dan punishment yang konsisten sehingga Pelayanan Paripurna yang Berkualitas dapat segera dirasakan oleh masyarakat DKI Jakarta khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Muhammad Ali, SKM


Riwayat Penulis :

Nama : Muhammad Ali , SKM

Tempat/Tgl lahir : Jambi, 11 Oktober 1973

Alamat : Komplek Kehakiman

Jln.Veteran II No D.12 TANGERANG BANTEN

: Telpon : 021-5524447 Fax : 021-5581675

: HP : 081210122211/ 08158333385/ 08888330838

E_mail : alieskaem@elitemail.org


Baca juga : http://www.dprd-dkiprov.go.id

Jumat , 25/04/2008

LURAH ‘NGAKALI’ SPJ DANA PENGUATAN

JAKARTA (25 April 2008) --- Dana penguatan kelurahan yang diperuntukan kegiatan keamanan, kebersihan dan kesehatan masyarakat yang dialokasikan APBD DKI setiap tahun diduga cenderung disembunyikan oleh sebagian lurah. Dana penguatan tahun 2008 yang dialokasikan antara Rp 2 miliar – Rp 2,3 miliar per kelurahan, ternyata banyak yang tidak diketahui warganya. Ini berarti tidak transparan.

Ada semacam pembodohan masyarakat oleh lurah atas ketersediaan dana penguatan. Masyarakat harus tahu kalau selama ini ternyata kerja bakti pun ada anggarannya Rp 150 juta di kelurahan,” ucap Ketua Fraksi PD (Partai Demokrat) DPRD DKI Jakarta, Firmansyah, Jumat.

Pemda bersama DPRD sejak tahun 2006 sudah mengalokasikan dana penguatan kelurahan untuk pembangunan ditingkat bawah. Dana ini dialokasikan di kelurahan untuk memotong birokrasi guna percepatan kebutuhan masyarakat kelurahan. Alokasi dana ini pun setiap tahun naik terus yang awalnya tahun 2006 dialokasikan Rp 1,2 miliar per kelurahan.

Ketertutupan lurah terhadap dana penguatan ini, menurut Firman bisa diindikasikan untuk mengakali dokumen penggunaan anggaran. Karena terinformasikan ada juga teken SPJ (surat pertanggungjawaban) dengan kuitansi kosong. “Ini, kan, pembodohan dan akal-akalan lurah,” ucap Firman.

Kondisi itu diketahuinya saat reses dengan masyarakat kelurahan sekecamatan Kemayoran, Menteng, kel. Galur, Kampung Rawa, Tanah Tinggi, Johar Baru dan Cempaka Baru. Ia juga akan melaporkan camat Kemayoran dan para lurahnya ke walikota karena tak hadir diundang dalam reses temu warganya.

Tak hanya lurah, Firmansyah juga menyayangkan anggota Dekel (Dewan Kelurahan) yang tidak memberikan pencerahan terhadap warganya atas ketertutupan penggunaan dana penguatan kelurahan oleh lurah. “Harusnya anggota Dekel memberitahukan ke warga bukan malah ikut sekongkol,” tandasnya.

Misalnya, pos yandu punya hak anggaran di dana penguatan antara Rp 12 juta – Rp 15 juta. Tapi kenyataannya pengurus posyandu tak pernah menerima dana itu kecuali dikirim bahan mateng yang akhirnya tak sesuai kebutuhan. Contoh, pos yandu butuh meningkatan gizi buat balita tapi dikirimnya oleh lurah sembako. “Ibu-ibu posyandu maunya dikirim anggaran biar dikelola sendiri dan belanja kebutuhan sesuai yang diperlukan masyarakat,” tambahnya.

Sumber Berita : humas setwan